Militer Cina meluncurkan sejumlah rudal Dongfeng ke dekat pulau Matsu dan perairan sekitar timur laut dan barat daya Taiwan.

Ini merupakan bagian dari latihan militer terbesar di sekitar Selat Taiwan, Kamis 4 Agustus 2022 tepat pukul 12 waktu setempat.

Juru bicara Kementerian Pertahanan Taiwan Sun Li-fang mengatakan, beberapa titik latihan militer Cina melanggar perairan teritorial Taiwan, seperti dikutip dari Reuters.

Menurut laporan media Prancis, France24, latihan itu digelar sehari setelah kunjungan Ketua DPR Amerika Serikat Nancy Pelosi ke Taipei.

Kunjungan Pelosi memicu kemarahan Beijing, yang langsung mengumumkan latihan militer di laut sekitar Taiwan, satu dari beberapa jalur air tersibuk di dunia.

Per 4 Agustus, selama empat hari ke depan, Taiwan akan memantau latihan militer Cina.

Peluncuran rudal Dongfeng di selat Taiwan bukanlah kali pertama bagi negara Tirai Bambu itu pamer misil.

Pada 2020 lalu, Cina juga pernah unjuk gigi kekuatan rudal balistiknya di Laut Cina Selatan.

Kala itu, dua rudal diluncurkan sekaligus yaitu DF-21D dari Provinsi Zhejiang dan DF-26B dari provinsi Qinghai dalam sebuah uji coba yang digelar pada Rabu, 26 Agustus 2020.

Membahas soal rudal Dongfeng, seperti apakah spesifikasi rudal balistik milik Cina ini? Sejauh ini Cina memiliki sejumlah varian rudal Dongfeng, disingkat DF.

Rudal DF-26B dan DF-21D hanyalah satu dari beberapa.

Kedua misil ini merupakan rudal balistik jarak menengah yang dirancang untuk menyerang kapal perang, khususnya kapal induk.

Rudal DF-21D memiliki jarak tempuh sekitar 1.355 mil atau setara 2.180 kilometer.

Sedangkan DF-26 mampu menjangkau jarak sekitar 2.485 mil atau setara hampir 4 ribu kilometer.

Kedua jenis rudal DF ini diklaim menjadi ancaman bagi kapal perang yang tak dilengkapi teknologi penangkis serangan rudal balistik.

Begitu melesat, kemampuan terbang hipersonik membuat rudal Dongfeng lebih cepat daripada rudal antikapal pada umumnya.

Bahkan, dengan daya jangkaunya tersebut, rudal DF-26D dapat menjangkau Pasifik Barat, Samudera Hindia, bahkan Darwin di Australia.

Mengutip laman globalsecurity.org, nenek moyang rudal Dongfeng boleh disebut berasal dari Uni Soviet, kini Rusia.

Pada 1957, Uni Soviet dan Cina sepakat menandatangani perjanjian kerja sama Sino-Soviet Treaty of Friendship, Alliance, and Mutual Assistance yang berlangsung pada periode 1957 hingga 1962.

Uni Soviet membantu R & D militer Cina dengan pelatihan, dokumentasi teknis, peralatan pabrik, serta lisensi produk senjata, termasuk mengirim rudal balistik ke Cina jenis R-1 (SS-1), R-2 (SS-2), dan R-11F.

Rudal SS-2 pada dasarnya adalah versi modifikasi dari roket V-2 Jerman.

Misil ini menggunakan mesin RD-101 tunggal yang membakar oksigen cair dan alkohol.

Pada 1958, Akademi Riset militer Cina mulai menggandakan R-2 (SS-2) Soviet dengan bantuan penasihat Soviet.

Namun, program pengembangan terkendala masalah teknologi, personel, dan material.

Sebagai solusinya, banyak aspek rudal yang diimpor, diganti, dan dikembangkan di dalam negeri.

Peluncuran uji coba yang sukses dari tiga duplikat SS-2 dilakukan pada November dan Desember 1960.

Peluncuran perdana Dongfeng generasi pertama atau DF-1 terjadi pada 5 November 1960 dari pangkalan Jiuquan.

Rudal itu memiliki panjang 17,7 meter, diameter 1,65 meter, memiliki berat lepas landas 20,5 ton, dengan jangkauan 590 kilometer, dan daya dorong 37 ton.

Rudal Dongfeng generasi pertama itu menggunakan sistem kontrol tipe panduan campuran menggunakan panduan inersia dan koreksi deviasi transversal radio.

Berikut varian rudal Dongfeng, antara lain yaitu Dongfeng 1 (SS-2), Dongfeng 2 (CSS-1), Dongfeng 3 (CSS-2), Dongfeng 4 (CSS-3), Dongfeng 5 (CSS-4), Dongfeng 11 (CSS-7), Dongfeng 15 (CSS-6), Dongfeng 16, Dongfeng 21 (CSS-5), Dongfeng 25, Dongfeng 31 (CSS-10), Dongfeng 41 (CSS-X-10).

HENDRIK KHOIRUL MUHID